Tak dapat dimungkiri, serangan siber kian nyata berpotensi mengganggu operasi, merusak reputasi, dan menghabiskan biaya tinggi perusahaan.
Apalagi sebagian petinggi perusahaan masih belum memerhatikan keamanan siber di perusahaannya. Organisasi global terkemuka yang menyediakan jasa audit dan konsultan, Grant Thornton, mengungkap laporan survei terbaru mereka.
Dalam laporan yang Tekno Liputan6.com terima, perusahaan mengidentifikasi satu dari tiga perusahaan menengah memiliki petinggi perusahaan yang bertanggung jawab khusus dalam mengkaji risiko dan manajemen siber.
Sementara itu, enam dari sepuluh perusahaan tidak memiliki rencana bagaimana menanggapi dan menangani insiden siber.
Hal ini perlu diubah dan ada peluang besar bagi para petinggi perusahaan untuk membuat perbedaan nyata tentang serangan siber yang terjadi terhadap perusahaan mereka.
Biaya Penanganan Serangan Siber
Menurut Cost of a Data Breach Study: Global Overview 2018, biaya rata-rata per berkas yang hilang dalam kebocoran data adalah USD 148.
Namun, untuk setiap berkas yang hilang, ditemukan secara rata-rata USD 13 akan dihemat melalui keterlibatan para petinggi perusahaan melalui manajemen risiko siber dan penunjukan chief information security officer.
Ini berarti, jika sebuah bisnis kehilangan 50.000 berkas selama kebocoran data, keterlibatan petinggi perusahaan dapat menyelamatkan anggaran perusahaan sekitar USD 650.000 per kebocoran.
Kepemimpinan yang efektif dari petinggi perusahaan dapat membantu memastikan investasi tepat dan terarah pada risiko bisnis ini.
"Perkembangan teknologi yang sangat cepat mendorong pentingnya para pemimpin perusahaan untuk mengetahui kemungkinan ancaman siber serta menyiapkan berbagai strategi untuk menghadapinya," kata Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia.
Para petinggi perusahaan, lanjut Johanna, juga harus "memastikan pengetahuan mengenai ancaman siber serta kerahasiaan data dimiliki oleh seluruh pegawai".